Antara Idealisme dan realitas
menjadi guru di negeri ini memang sebuah perjuangan. mungkin
orang pikir guru sudah makmur dan bisa dipakai sebagai pegangan hidup untuk menjadi
orang yang berkecukupan. Mungkin mereka benar, tapi setidaknya bagi guru yang
telah “jadi” (dalam artian diangkat PNS, digaji cukup oleh yayasan, ataupun
guru yang sudah mendapatkan sertifikasi). Tapi bagi guru yang benar-benar mengabdi,
dalam artian hanya memperoleh gaji dibawah UMR kisaran 300-500 ribu. Mungkin bagi
orang, ini adalah bunuh diri. Bagaimana bias hidup hanya dengan haji segitu,
sebulan pula. Tapi bagi mereka, ini cukup untuk menunaikan kewajiban mencerdaskan
bangsa.
Namun dengan berbagai kesusahan hidup yang dialaminya,
banyak dari mereka yang masih tetap berjuang dengan berharap kelak dianggap dan
diperhatikan. bertahun-tahun mengabdi, berharap bias diangkat PNS, namun apa daya,
dengan diberlakukannya kebijakan untuk tidak lagi menerima CPNS dari jalur pengabdian
maka mereka harus bertarung terbuka dengan semua pelamar lainnya baik yang
sudah maupun belum berpengalaman. Mungkin ada diantara mereka yang menjerit…
“duh capek2 ngabdi biar bias diperhatikan, tapi
apa daya saya harus kembali dengan start awal”.
Tidak sedikit diantara para guru pengabdi tersebut yang
memang benar2 “mengabdikan” badan, jiwa, semangat bahkan keluarga mereka bagi para
siswa mereka disekolah. di lain pihak, tidak sedikit pula para guru yang sudah terjamin
hanya “melancong” kesekolah daripada membayar kepercayaan yang diberikan. Ironis
memang, dimana saat ada guru berkekurangan benar2 menjadi guru malah guru yang
terjamin hanya menghambur2kan pajak untuk kesenangan yang lain daripada memikirkan
bagaimana karakter bangsa kedepannya.
Bagi pengabdi yang sudah bertahun2 bertahan hidup, menjadi sangat
dilematis melepas pekerjaan mereka. Jika berhenti, mereka harus benar2 memulai hidup
dari awal. Jika lanjut maka mereka harus tetap melakukan kewajiban mereka sebagai
pengabdi dengan honor yang –capek mikirin gimana caranya ngirit-. Mungkin hanya
karena nurani, mereka masih bias bertahan. Tidak tega melihat anak2 tanpa guru,
tanpa masa depan. Miris, namun itulah kenyataan.
Komentar
Posting Komentar