Postingan

Bad Cops, Good Cops #EnglishGames01

Salah satu cara mengajar Bahasa Inggris yang menyenangkan adalah salah satunya dengan menggunakan games. Sebenarnya banyak sekali games mengajar Bahasa Inggris yang sudah dijabarkan bahkan diteliti mengenai efektifitasnya. Games ini tidak harus berdasarkan teori, seorang guru maupun dosen bisa dengan mudah memodifikasi kegiatan pembelajaran sehingga berbentuk sebuah permainan. Berikut penulis mencoba memodifikasi kegiatan di kelas sehingga seperti permainan.  Permainan ini penulis sebut sebagai Bad Cops, Good Cops. Penulis terinspirasi dari cara investigasi polisi yang memadukan polisi baik hati dan polisi galak saat mereka menginterogasi tersangka untuk memperoleh informasi. Permainan ini penulis gunakan saat mengajarkan 5W1H questions & Yes/No Questions. Permainan cukup menyenangkan karena memaksa seluruh siswa untuk memproduksi kalimat tanya untuk mendapatkan informasi dari salah satu siswa yang ditunjuk sebagai tersangka. Selain itu, siswa juga bisa berakting sebagai orang ya

Susahnya Jadi Dosen

Gambar
Banyak orang yang terkadang melihat profesi dosen sebagai profesi yang sangat bonafit. Gaji besar, kerja gampang cuman ngajar. Tapi ternyata tidak juga, setidaknya ada tiga tugas pokok sebagai seorang dosen. Hal ini sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang meliputi, pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Hal ini berlaku bagi dosen pemula, sampai guru besar (profesor). 1. Pendidikan dan pengajaran Sudah tentu ini adalah tugas pokok seorang dosen. Namun ternyata, jika semakin tinggi tingkat seorang dosen maka aspek satu ini malah memiliki bobot yang semakin kecil. Bisa masuk akal karena dosen pemula dianggap belum memiliki kedalaman pemahaman mengenai disiplin ilmunya. Oleh karena itu, mereka diberikan beban mengajar lebih banyak sehingga bisa mendalami disiplin ilmunya sembari mengajar mahasiswa. 2. Penelitian Sebagai salah satu insan akademis maka sudah tentu dosen diharapkan untuk menghasilkan karya akademis yang bisa berguna bagi kesej

Budaya menulis orang Indonesia

Hhhmmmm.... ternyata menulis memang bukan karakter orang Indonesia, termasuk saya. Sudah hampir 3 tahun saya tidak menulis sesuatu di blog ini. Ini mungkin salah satu bukti bahwa orang Indonesia bukanlah masyarakat penulis, selayaknya orang-orang Barat yang rata-rata suka menulis. Coba saja kita bandingkan berapa banyak profesi penulis di Indonesia dengan bangsa Barat. Kemalasan menulis juga melanda para akademisi yang pada habitat sebenarnya adalah seorang penulis, karena mereka sepatutnya menjadi rujukan teoritis atas permasalahan yang terjadi di masyarakat. Namun ironisnya, Indonesia malah terkapar kalah dari Singapura, Malaysia, Thailand bahkan Vietnam dalam hal publikasi karya ilmiah internasional. Walaupun kelihatannya sepele, tetapi budaya menulis terlihat sangat penting, terutama dalam hal pencatatan sejarah perjalanan suatu bangsa. Perjalanan bangsa yang saya maksud disini bukanlah tonggak-tonggak sejarah yang telah dan sedang ditulis oleh para sejarawan tetapi lebih kepada s
Gambar
Mengubah Negatifisme menjadi Positivisme oleh Jokowi   Setelah menonton wawancara Jokowi di Metro TV, ada sebuah gagasan unik yang disampaikan oleh beliau. Jika nantinya terpilih sebagai presiden, beliau akan melakukan revolusi. Namun, revolusi ini agak unik, bukan seperti revolusi pergolakan yang dialami banyak Negara Arab sedekade belakangan ini. Beliau ingin melakukan revolusi mental yang sudah tentu dalam artian dalam kondisi masyarakat tidak perlu bertarung dengan saudaranya sendiri seperti di Mesir. Sebuah gagasan untuk mengubah cara pandang bangsa Indoneisa terhadap semua hal. Mengubah cara pandang yang didasari sifat pesimistis menjadi cara pandang optimistis. Setidaknya itulah yang saya tangkap dari cara penyampaian beliau. Jika dipikir lagi, memang benar adanya bangsa ini terlalu lama melihat dirinya sendiri dengan cara yang salah. Melihat diri sendiri lebih rendah dari bangsa lain. Melihat segala sesuatu yang berasal dari luar negeri lebih baik dari dalam negeri
Gambar
Antara Idealisme dan realitas     menjadi guru di negeri ini memang sebuah perjuangan. mungkin orang pikir guru sudah makmur dan bisa dipakai sebagai pegangan hidup untuk menjadi orang yang berkecukupan. Mungkin mereka benar, tapi setidaknya bagi guru yang telah “jadi” (dalam artian diangkat PNS, digaji cukup oleh yayasan, ataupun guru yang sudah mendapatkan sertifikasi). Tapi bagi guru yang benar-benar mengabdi, dalam artian hanya memperoleh gaji dibawah UMR kisaran 300-500 ribu. Mungkin bagi orang, ini adalah bunuh diri. Bagaimana bias hidup hanya dengan haji segitu, sebulan pula. Tapi bagi mereka, ini cukup untuk menunaikan kewajiban mencerdaskan bangsa. Namun dengan berbagai kesusahan hidup yang dialaminya, banyak dari mereka yang masih tetap berjuang dengan berharap kelak dianggap dan diperhatikan. bertahun-tahun mengabdi, berharap bias diangkat PNS, namun apa daya, dengan diberlakukannya kebijakan untuk tidak lagi menerima CPNS dari jalur pengabdian maka mereka har
Dari Jam Tangan   sampai Kehormatan Negara Memang sangat jauh hubungannya sebuah jam tangan dengan kehormatan Negara. Namun, jika menilik berita belakngan ini dalam hal hubungan diplomatik (khususnya dalam hal pertahanan negara) antara Indonesia dan Singapura, nampaknya hal ini menjadi ada kaitannya. Bagai mana tidak, semenjak dimuatnya nota keberatan oleh pihak Singapura mengenai penamaan KRI dengan salah dua dari pahlawan yang berasal dari kesatuan Marinir, ketegangan diplomatic antar kedua Negara belum juga mereda. Mungkin Singapura berpikir Indonesia bias didikte dengan mudah seperti dulu. Indonesia bakal dengan mudah mengganti nama KRI mereka jika dikritik “secara resmi” oleh pihak Singapura. Namun kenyataannya tidak. Indonesia kekeh untuk menggunakan nama kusuma bangsa tersebut. Disinilah mulai pihak singapura kecele. Mereka seperti kebakaran jenggot karena rencana untuk menunjukkan pengaruh mereka lebih besar daripada Indonesia tidak terbukti. Pemerintah singapura d