Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2014
Gambar
Mengubah Negatifisme menjadi Positivisme oleh Jokowi   Setelah menonton wawancara Jokowi di Metro TV, ada sebuah gagasan unik yang disampaikan oleh beliau. Jika nantinya terpilih sebagai presiden, beliau akan melakukan revolusi. Namun, revolusi ini agak unik, bukan seperti revolusi pergolakan yang dialami banyak Negara Arab sedekade belakangan ini. Beliau ingin melakukan revolusi mental yang sudah tentu dalam artian dalam kondisi masyarakat tidak perlu bertarung dengan saudaranya sendiri seperti di Mesir. Sebuah gagasan untuk mengubah cara pandang bangsa Indoneisa terhadap semua hal. Mengubah cara pandang yang didasari sifat pesimistis menjadi cara pandang optimistis. Setidaknya itulah yang saya tangkap dari cara penyampaian beliau. Jika dipikir lagi, memang benar adanya bangsa ini terlalu lama melihat dirinya sendiri dengan cara yang salah. Melihat diri sendiri lebih rendah dari bangsa lain. Melihat segala sesuatu yang berasal dari luar negeri lebih baik dari dalam negeri
Gambar
Antara Idealisme dan realitas     menjadi guru di negeri ini memang sebuah perjuangan. mungkin orang pikir guru sudah makmur dan bisa dipakai sebagai pegangan hidup untuk menjadi orang yang berkecukupan. Mungkin mereka benar, tapi setidaknya bagi guru yang telah “jadi” (dalam artian diangkat PNS, digaji cukup oleh yayasan, ataupun guru yang sudah mendapatkan sertifikasi). Tapi bagi guru yang benar-benar mengabdi, dalam artian hanya memperoleh gaji dibawah UMR kisaran 300-500 ribu. Mungkin bagi orang, ini adalah bunuh diri. Bagaimana bias hidup hanya dengan haji segitu, sebulan pula. Tapi bagi mereka, ini cukup untuk menunaikan kewajiban mencerdaskan bangsa. Namun dengan berbagai kesusahan hidup yang dialaminya, banyak dari mereka yang masih tetap berjuang dengan berharap kelak dianggap dan diperhatikan. bertahun-tahun mengabdi, berharap bias diangkat PNS, namun apa daya, dengan diberlakukannya kebijakan untuk tidak lagi menerima CPNS dari jalur pengabdian maka mereka har
Dari Jam Tangan   sampai Kehormatan Negara Memang sangat jauh hubungannya sebuah jam tangan dengan kehormatan Negara. Namun, jika menilik berita belakngan ini dalam hal hubungan diplomatik (khususnya dalam hal pertahanan negara) antara Indonesia dan Singapura, nampaknya hal ini menjadi ada kaitannya. Bagai mana tidak, semenjak dimuatnya nota keberatan oleh pihak Singapura mengenai penamaan KRI dengan salah dua dari pahlawan yang berasal dari kesatuan Marinir, ketegangan diplomatic antar kedua Negara belum juga mereda. Mungkin Singapura berpikir Indonesia bias didikte dengan mudah seperti dulu. Indonesia bakal dengan mudah mengganti nama KRI mereka jika dikritik “secara resmi” oleh pihak Singapura. Namun kenyataannya tidak. Indonesia kekeh untuk menggunakan nama kusuma bangsa tersebut. Disinilah mulai pihak singapura kecele. Mereka seperti kebakaran jenggot karena rencana untuk menunjukkan pengaruh mereka lebih besar daripada Indonesia tidak terbukti. Pemerintah singapura d