Budaya menulis orang Indonesia

Hhhmmmm.... ternyata menulis memang bukan karakter orang Indonesia, termasuk saya. Sudah hampir 3 tahun saya tidak menulis sesuatu di blog ini. Ini mungkin salah satu bukti bahwa orang Indonesia bukanlah masyarakat penulis, selayaknya orang-orang Barat yang rata-rata suka menulis. Coba saja kita bandingkan berapa banyak profesi penulis di Indonesia dengan bangsa Barat. Kemalasan menulis juga melanda para akademisi yang pada habitat sebenarnya adalah seorang penulis, karena mereka sepatutnya menjadi rujukan teoritis atas permasalahan yang terjadi di masyarakat. Namun ironisnya, Indonesia malah terkapar kalah dari Singapura, Malaysia, Thailand bahkan Vietnam dalam hal publikasi karya ilmiah internasional. Walaupun kelihatannya sepele, tetapi budaya menulis terlihat sangat penting, terutama dalam hal pencatatan sejarah perjalanan suatu bangsa.
Perjalanan bangsa yang saya maksud disini bukanlah tonggak-tonggak sejarah yang telah dan sedang ditulis oleh para sejarawan tetapi lebih kepada sejarah individu orang Indonesia itu sendiri. Kita sering mendengar orang tua bercerita mengenai banyak hal, baik itu berupa teori maupun pengalaman hidup mereka. Yang ironisnya terkadang saya lihat apa yang mereka bicarakan merupakan hal yang fundamental. Namun, sayang hal ini hilang begitu saja atau terlupakan karena tidak pernah terekam dalam bentuk tulisan. Melihat hal ini saya jadi berpikir, apa kiranya yang menjadi penyebab orang Indonesia bukanlah bangsa penulis. Beberapa alasan terpintas dibenak saya yang mungkin merupakan faktor hal ini terjadi.

1. Budaya
Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, orang Indonesia lebih senang mengungkapkan ide atau gagasan mereka secara lisan daripada tulisan. Sebagai contoh, saat saya berbincang-bincang dengan seorang guru senior mengenai permasalahan pengajaran, beliau bisa dengan sangat fasih menceritakan alasan dan cara menanggulanginya. Dan menurut saya, hal tersebut sangat aplikatif dan bisa menjadi efektif. Namun, ketika beliau diminta untuk merekam gagasannya dalam bentuk tulisan beliau bilang tidak bisa dan sama sekali tidak mau. Repot, menyita waktu, tidak ada gunanya dan berbagai alasan diutarakan. Hal ini tidak hanya terjadi pada generasi beliau teteapi juga generasi setelah beliau dan bahkan generasi saya di tahun 90an. Jadi, menulis belumlah menjadi sebuah budaya di Indonesia.

2. Kurangnya budaya membaca
Tidak bisa dipungkiri, orang yang berpengetahuan akan lebih mudah menulis daripada orang yang kurang berpengetahuan. Pengetahuan/ilmu tidak hanya bisa ditemukan di sekolah tetapi dimana saja. Sumbernya pun bisa darimana saja. Sobekan koran, medsos, buku, novel, komik, dsb. Dan secara langsung menurut saya kurangnya budaya membaca ini juga berpengaruh pada kemampuan orang Indonesia dalam menulis. Bisa kita lihat ketika kita menyuruh anak2 sekolah untuk menulis, maka hal pertama yang mereka katakan adalah saya tidak ada ide untuk menulis. Ini membuktikan bahwa mereka memiliki referensi yang kurang untuk menulis.

3. Tujuan
Terkadang orang Indonesia tidak mau menulis karena mereka tidak memiliki tujuan mengapa harus menulis. Mereka menganggap menulis adalah sesuatu yang sulit dan penuh dengan aturan merepotkan. Diksi, format penulisan, dan hal merepotkan lainnya. Padahal menulis juga merupakan proses untuk mengembangkan daya pikir, karena melalui menulis kita secara aktif menghidupkan sel-sel syaraf untuk berpikir secara logis dan terstruktur. Oleh karenanya menulis kita anggap sebagai proses peningkatan kemampuan nalar, bukan sebagai sebuah proses untuk melengkapi administrasi saja seperti membuat tugas, atau membuat laporan.

By
Pande Agus

Komentar

Postingan populer dari blog ini

tri hita karana dalam pendidikan di bali

Bad Cops, Good Cops #EnglishGames01

Susahnya Jadi Dosen